Mediarakyatpost, Jakarta – Pemilihan Walikota dan, Wakil Walikota Depok, sesuai agenda KPU akan di gelar pada 27 November 2024 mendatang, namun eskalasi politik di Depok semakin menghangat.
Di masyarakat Depok yang mengerucut untuk menjadi Bakal Calon (Balon) Walikota Depok hanya ada 2 nama, yakni Imam Budi Hartono yang saat ini menduduki posisi Wakil Walikota pun juga menjadi Ketua DPD PKS Depok, dan Supian Suri yang posisi saat ini adalah Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Depok, Sekda adalah posisi strategis dalam pemerintahan daerah karena posisi tersebut menjadi pemangkunya adalah birokrat tertinggi.
Dari kedua nama tersebut, baru Imam Budi Hartono yang mengantongi tiket untuk bertarung pada pilkada di Depok, Imam telah menerima mandat SK dari DPP PKS untuk menjadi Calon Walikota Depok pada Pilkada 27 November mendatang, sementara Supian Suri baru dalam tahap mendapat dukungan statement politik dari 6 parpol yang tergabung dalam Koalisi Sama Sama (Koalisi SS), yang di deklarasikan pada 8 Mei lalu, dan sampai kini nampaknya dukungan resmi dari DPP ke 6 partai belum di kantongi Supian Suri.
Menyikapi jika hanya 2 nama yang mengerucut untuk tampil sebagai bakal calon Walikota Depok, menurut Raditya Padmawangsa seorang pemerhati masalah sosial politik, yang di hubungi Media rakyat post melalui sambungan seluler, pada Rabu (15/5) mengatakan cukup prihatin, meski menurutnya prasyarat ideal kontestasi sudah terpenuhi yakni minimal 2 pasangan calon (paslon), namun baginya hal tersebut juga mengisyaratkan adanya krisis figur kepemimpinan di kota Depok.
Radit juga mengatakan bahwa “minimnya paslon yang tampil dalam kontestasi pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah menimbulkan pertanyaan mendasar untuk partai politik terkait proses pengkaderan, jadi patut di pertanyakan mekanisme dan system pengkaderan partai,” imbuhnya.
Pria bersahaja lulusan S2 fisipol Universitas Nasional (Unas) ini juga menelisik prasyarat bagi paslon independent yang menurutnya terlalu sulit, di pasal 41 UU Nomor 10 /2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.
“Calon independen harus memperoleh dukungan dari jumlah penduduk yang memiliki hak pilih atau terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) pada Pemilu atau pemilihan sebelumnya yang paling akhir di daerah tersebut. Jumlah dukungan pun bervariasi, dan persentasi dukungan berdasarkan jumlah penduduk dalam DPT. Salah satu contohnya, sebagaimana termaktub dalam Pasal 41 (2) huruf a. jika jumlah penduduk dalam DPT hingga 250.000 jiwa, maka dukungan yang diperlukan paling sedikit 10%, dan jika jumlah penduduknya lebih dari 1 juta jiwa, maka harus didukung paling sedikit 6,5%,” papar Raditya.
Selain itu, masih dari Raditya, “persyaratan dukungan tersebut juga harus tersebar di lebih dari 50 persen jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan.” Imbuh Raditya.
Pemerhati masalah sosial politik yang seangkatan dengan Saifullah Yusuf (Gus Iful) ini tetap mengapresiasi munculnya dua nama sebagai balon Walikota Depok, meski dirinya berharap muncul nama lain agar warga masyarakat Depok lebih leluasa memlih calon pemimpinnya.
Dipenghujung, salah satu pendiri KP3M (Kelompok Pengkajian, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) Unas ini menyampaikan agar masyarakat Depok menjadi pemilih yang cerdas dengan meneliti rekam jejak paslon yang akan di pilihnya, Depok kota penyanggah Jakarta dan saat ini tengah gencar melaksanakan berbagai pembangunan infra/supra struktur, untuk menuju menjadi kota yang lebih maju, untuk itu Depok membutuhkan figur pemimpin yang mumpuni sebagai seorang pemimpin, jiwa leadershipnya harus ada, bukan jiwa dealership, pungkas Raditya.
GDP