𝙅𝙊𝙈𝘽𝘼𝙉𝙂, 𝙢𝙚𝙙𝙞𝙖𝙧𝙖𝙠𝙮𝙖𝙩𝙥𝙤𝙨𝙩.𝙘𝙤𝙢, – Desa Asem Gede berada di wilayah Kecamatan Ngusikan Kabupaten Jombang Provinsi Jawa Timur. Desa Asem Gede terdiri dari satu dusun saja, yaitu Dusun Asem Gede itu sendiri. Wilayah administratif Desa Asem Gede berbatasan dengan Desa Cupak (Jombang) di selatan, Desa Pamotan (Lamongan) di Utara, Desa Sumbersoko (Lamongan) di barat, dan Desa Ngegreng (Lamongan) di Timur.
Jika diamati dalam peta, Desa Asem Gede merupakan wilayah paling luar Kabupaten Jombang. Lebih dekat dan mudah berbelanja sembako ke Babadan (Lamongan) daripada ke wilayah Ngusikan (Jombang) sendiri. Sebagai salah satu wilayah terluar Kabupaten Jombang, Desa Asem gede memiliki banyak keunikan yang sayang untuk dilewatkan.
Salah satu informasi menarik adalah mengenai asal usul Desa Asem Gede. Bagaimana sejarah terbentuknya Desa Asem Gede?, Telah banyak narasumber lokal yang bisa temui, Beberapa tokoh masyarakat Asem Gede memberi informasi yang berbeda-beda terkait asal-usul desa Asem Gede, Namun secara umum dapat ditarik kesamaan dari cerita beberapa tokoh masyarakat yaitu bahwa nama Asem Gede berada dari keberadaan pohon asem (asam) yang berukuran gede (besar) di wilayah desa Asem Gede. Dimanakah letak pohon asam berukuran besar itu?,
Menurut salah satu tokoh masyarakat menyatakan bahwa dulu pernah ada pohon asam besar di barat masjid desa Asem Gede. Namun karena terdesak oleh pembangunan pemukiman penduduk, pohon besar itu akhirnya ditebang. Saat ini tersisa beberapa cabang kecil pohon asam yang tumbuh disana.
Cerita lain dalam menyingkap asal-usul Desa Asem gede berasal dari Mbah Paimo, salah satu warga Asem Gede yang rumahnya berada tepat di utara Balai Desa Asem Gede. Beliau menuturkan bahwa jaman dulu wilayah desa Asem Gede menjadi tempat bertapa bagi banyak pemburu ilmu kesaktian. Para pertapa bersemedi di bawah pohon-pohon asam berukuran besar yang bisa dijumpai dengan mudah karena letaknya persis di tengah hutan. Penuturan Mbah Paimo sangat masuk akal sebab saat ini saya masih menjumpai adanya bangunan semi permanen yang dibangun di tengah sawah warga dan digunakan untuk bertapa para pemburu ilmu kedigdayaan. Tak jauh dari sawah di selatan Kantor Desa Asem Gede terdapat tempat bertapa. Rumah yang mirip gubuk tak terawat itu berukuran sekitar dua kali dua meter. Mbah Paimo bercerita dulu ada seorang pertapa yang semedi disana selama berbulan-bulan sampai mengalami musnah atau nyawa dan tubuhnya hilang secara bersamaan.
Jika cerita sejarah asal-muasal Desa Asem Gede itu, ketika dikroscek dengan berbagai informasi asal usul Desa Asem Gede, memang masih memiliki keterkaitan dengan realita saat ini. Penduduk Asem Gede banyak yang masih memiliki kepercayaan kejawen. Mereka meyakini adanya kekuatan-kekuatan gaib pada tempat-tempat tertentu yang disakralkan. Penganut ilmu kejawen di Desa Asem Gede pada umumnya penduduk usia lanjut dan beberapa kelompok pemuda dewasa yang mewarisi keyakinan dari keluarganya.
Penyebaran agama Islam di Desa Asem Gede dan desa-desa lain di Kecamatan Ngusikan, sudah cukup baik, walaupun masih berjalan lambat. Kendati sudah ada perubahan yang cukup baik dari pola perilaku ibadah masyarakatnya, mereka masih setengah hati menjalankan kegiatan ibadah di masjid dan musholla. Aktifitas sedekah bumi dan ritual tradisi desa malah menjadi event paling penting bagi mereka serta mengalahkan minat peringatan hari-hari besar keagamaan.
Sejarah terbentuknya Desa Asem Gede Kecamatan Ngusikan tak bisa dipisahkan dari keberadaan Gunung Pucangan. Gunung Pucangan adalah salah satu tempat wisata di Kabupaten Jombang yang bernuansa religi sekaligus klenik. Gunung Pucangan berada di Desa Cupak Kecamatan Ngusikan yang kurang lebih empat kilometer berada di selatan Desa Asem Gede. Gunung Pucangan bukan hanya menyajikan pemandangan alam yang indah udara pegunungan yang dingin. Gunung Pucangan juga diyakini mampu memberi kekayaan, kecantikan, ketampanan, jabatan dan semua jenis gemerlap kehidupan duniawi. Konon katanya para wisatawan yang mengunjungi Gunung Pucangan memiliki niat mencari pesugihan, ajian pengasihan, menambah wibawa pejabat, dan beragam aktifitas mistis lainnya. Sebelum mengikuti ritual mistis, setiap peziarah Makam Dewi Kilisuci di Gunung Pucangan harus mandi di Sendang Widodaren sebagai upaya membersihkan diri dari dosa-dosa. Uniknya, para peziarah Makam Dewi Kilisuci pada umumnya berasal dari luar Kabupaten Jombang.
Asal-usul Desa Asem Gede yang barangkali belum mampu mewakili cerita sejarah Asem Gede yang sebenarnya. Meski demikian, diharapkan bisa memperkaya wawasan terkait asal-usul desa-desa di Indonesia. Terlepas dari pro dan kontra terhadap asal usul Asem Gede, Maka perilaku masyarakat tradisional di Indonesia sarat akan nilai-nilai kearifan lokal yang patut kita teladani. Ketergantungan masyarakat terhadap alam sekitar dan hubungan harmonis antara manusia dan penciptanya adalah dua fakta menarik yang harus kita lestarikan keberadaannya. Semoga penelusuran yang sangat sederhana tentang asal-usul Desa Asem Gede ini, Bisa bermanfaat untuk mengenali ragam budaya Nusantara dari cerita-cerita rakyat di desa setempat. (𝘿𝙧𝙖)