JOMBANG, mediarakyatpost– Kabupaten Jombang dikenal luas sebagai salah satu pusat pendidikan Islam di Jawa Timur. Julukan Kota Santri bukan tanpa alasan, sebab hampir di setiap sudut wilayahnya berdiri pondok-pondok pesantren yang menjadi tempat menimba ilmu agama dan membentuk karakter santri. Namun, di balik maraknya perkembangan pesantren, masih ada sejumlah lembaga yang ternyata belum mengantongi izin operasional resmi dari Kementerian Agama (Kemenag).
Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Jombang, Dr. H. Muhajir, S.Pd., M.Ag., mengungkapkan bahwa hingga saat ini tercatat 235 pondok pesantren di Jombang telah memiliki izin operasional yang sah dan terdaftar di Kemenag. Sementara itu, sebanyak 54 pondok pesantren lainnya masih dalam proses pengajuan izin operasional melalui sistem aplikasi daring.
“Jumlah pondok pesantren di Kabupaten Jombang yang sudah mengantongi izin operasional resmi ada 235. Sedangkan 54 pondok lainnya masih dalam proses pengajuan. Kami berharap pengajuan itu bisa segera disetujui oleh pusat agar seluruh pesantren di Jombang terdata secara resmi,” jelas Muhajir saat ditemui di kantornya, Senin (14/10/2025).
Ia menegaskan, proses perizinan pondok pesantren saat ini dilakukan secara online melalui aplikasi Sistem Informasi Data Pondok Pesantren (SITREN) yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kemenag RI. Sistem digital ini, menurutnya, dibuat untuk meningkatkan transparansi, akurasi data, serta mempercepat proses verifikasi dan validasi lembaga pendidikan berbasis pesantren di seluruh Indonesia.
Dalam sistem tersebut, setiap pengelola pesantren wajib mengunggah berbagai dokumen administratif dan teknis sesuai ketentuan yang berlaku. “Prosesnya memang cukup ketat. Ada sekitar 38 item persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap pondok pesantren yang ingin mendapatkan izin operasional. Semua itu mengacu pada Petunjuk Teknis (Juknis) Dirjen Pendis Nomor 2491 Tahun 2025 tentang Kebijakan Pendaftaran Pesantren,” papar Muhajir.
Lebih lanjut, Muhajir menjelaskan bahwa tidak semua pesantren dapat langsung mengajukan izin. Banyak faktor yang menjadi kendala, salah satunya adalah jumlah santri yang belum memenuhi syarat minimal.
“Berdasarkan aturan, salah satu syarat pokok adalah memiliki minimal 15 santri mukim, atau santri yang tinggal di asrama. Kalau jumlah santri mukim masih di bawah itu, pondok tidak bisa mengajukan izin operasional,” ungkapnya.
Selain jumlah santri, pondok pesantren juga diwajibkan memiliki lima unsur pokok atau rukun pesantren yang menjadi identitas dan ciri khas lembaga pendidikan Islam tradisional. Kelima unsur tersebut meliputi:
Kiai atau pengasuh sebagai figur sentral yang membimbing dan mengasuh santri.
Santri mukim, yaitu peserta didik yang menetap di pondok.
Asrama atau tempat tinggal santri.
Masjid atau mushola sebagai pusat ibadah dan kegiatan keagamaan.
Kajian kitab kuning atau Dirosah Islamiyah dengan pola pendidikan Mu’allimin.
“Jika kelima unsur ini terpenuhi, ditambah kelengkapan administrasi dan bukti pendukung yang diunggah di sitren.kemenag.go.id, maka izin operasional bisa segera diproses dan diterbitkan oleh pusat,” terang Muhajir.
Menurutnya, legalitas operasional bukan sekadar formalitas administratif. Izin ini merupakan bukti pengakuan negara terhadap eksistensi dan kredibilitas lembaga pesantren. Dengan izin resmi, pesantren akan lebih mudah memperoleh dukungan pemerintah, baik berupa program peningkatan kualitas, bantuan sarana prasarana, maupun pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis pesantren.
“Kami terus mendorong agar pondok-pondok yang sudah memenuhi syarat tapi belum mengajukan izin segera mengurusnya. Legalitas ini penting bukan hanya untuk kepentingan data nasional, tapi juga untuk memperluas akses bantuan dan kerja sama pemerintah dalam bidang pendidikan Islam,” tegasnya.
Muhajir juga mengakui bahwa di lapangan masih ada sebagian pesantren kecil atau pesantren baru yang belum memahami pentingnya izin operasional. Sebagian di antaranya masih dalam tahap berkembang, dengan jumlah santri yang sedikit atau fasilitas yang belum memadai.
“Memang ada pondok-pondok yang masih tahap awal berdiri, jumlah santrinya sedikit, fasilitasnya terbatas. Tapi kami tetap memberikan pendampingan agar mereka bisa bertahap memenuhi persyaratan,” imbuhnya.
Sebagai langkah tindak lanjut, Kemenag Jombang juga akan terus melakukan pembinaan dan sosialisasi ke seluruh kecamatan, agar setiap pengasuh pondok mengetahui mekanisme pendaftaran melalui aplikasi SITREN dan memahami setiap persyaratan yang diperlukan.
“Harapan kami yang pertama, 54 pondok pesantren yang saat ini sedang mengajukan izin bisa segera diterbitkan izin operasionalnya. Yang kedua, pondok-pondok yang belum mengajukan karena alasan tertentu, padahal sudah memenuhi syarat, kami harapkan segera mengurus izin tersebut. Dengan begitu, seluruh pesantren di Jombang memiliki legalitas yang jelas dan diakui oleh negara,” pungkasnya.
Dengan langkah ini, Kementerian Agama Kabupaten Jombang berharap dapat mewujudkan pendataan pesantren yang akurat, tertib administrasi, serta meningkatkan kualitas pendidikan Islam di daerah. Upaya ini sekaligus menjadi bagian dari komitmen pemerintah dalam memperkuat peran pesantren sebagai lembaga pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan umat di tengah masyarakat Jombang yang religius. (ber)