Dinas Pertanian Gerak Cepat Monitoring Langsung ke Lapangan Adanya Aduan Masyarakat

Foto : Eko Wahyudi Kabid Produksi Dinas Pertanian Kabupaten Jombang

JOMBANG, mediarakyatpost – Bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan) berupa combine harvester atau biasa disebut combi, yang seharusnya menjadi jawaban atas keluhan mahalnya biaya operasional panen para petani, justru menimbulkan polemik di kalangan kelompok tani Desa Gebang Bunder, Kecamatan Plandaan, Kabupaten Jombang.

Petani setempat mengaku kecewa karena bantuan yang diharapkan bisa meringankan beban mereka, malah tidak bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Kelompok tani penerima merasa “gigit jari” lantaran combine diduga dikuasai oleh oknum perangkat desa dan bahkan disewakan ke pihak luar untuk kepentingan pribadi. Ironisnya, saat musim panen tiba, para petani Gebang Bunder justru kesulitan memanfaatkan alat tersebut. Mereka terpaksa mencari jasa sewa combine dari luar daerah, bahkan sampai ke Kabupaten Nganjuk.

Salah seorang petani menuturkan, awalnya mereka sangat berharap banyak dengan adanya bantuan combine dari program Jasmas Provinsi pada tahun 2024 lalu. Namun kenyataannya, saat alat tersebut datang, tidak diturunkan di kantor desa, melainkan langsung ditempatkan di rumah Kepala Desa setempat, Basuki. “Kami sebenarnya sangat membutuhkan alat itu, tapi justru tidak bisa memanfaatkannya. Katanya alasannya karena biaya administrasi yang diselesaikan oleh kepala desa dan perangkatnya, sehingga mereka yang berhak menguasai,” ungkap petani yang enggan disebut namanya.

Lebih jauh, para petani mempertanyakan kemana hasil sewa combine itu mengalir. “Kalau memang disewakan, seharusnya hasilnya untuk kas kelompok tani. Tapi kenyataannya, kami tidak pernah tahu laporan atau pertanggungjawabannya. Jadi wajar kalau masyarakat kecewa,” tambahnya.

Kekecewaan itu juga diungkapkan Ketua kelompok tani setempat. Ia menyebut bantuan yang mengatasnamakan kelompok tani hanya sekadar formalitas. “Saat alat datang, kami tidak bisa menikmatinya. Bantuan yang seharusnya untuk kesejahteraan petani, malah jadi sumber keuntungan pribadi,” keluhnya.

Mendapat aduan ini, sejumlah tokoh masyarakat Gebang Bunder mendesak aparat penegak hukum (APH) dan Dinas Pertanian segera turun tangan melakukan pengecekan serta mengambil langkah tegas agar bantuan benar-benar kembali ke kelompok tani.

Klarifikasi dari Dinas Pertanian

Menanggapi polemik tersebut, Kabid Produksi Dinas Pertanian Kabupaten Jombang, Eko Purwanto, memberikan penjelasan panjang lebar mengenai aturan dan mekanisme pemanfaatan alsintan. Menurutnya, bantuan alsintan dari pemerintah memang diberikan dalam bentuk hibah kepada kelompok tani, sehingga tanggung jawab pengelolaannya mutlak berada di kelompok penerima, Senin (22/9/2025)

“Hibah alsintan itu dibentuk berdasarkan kelompok dari desa setempat. Kalau satu desa sudah penuh, boleh membantu kelompok dari desa lain. Tapi yang utama, kebutuhan kelompok setempat harus tetap diutamakan,” jelas Eko Purwanto.

Ia menegaskan, penggunaan combine bukanlah fasilitas gratis. Penyewaan terhadap anggota maupun pihak luar justru diperbolehkan selama dilakukan dengan mekanisme yang jelas. “Penyewaan itu sah-sah saja, asalkan ada operatornya, ada pertanggungjawaban, dan hasilnya dikelola dengan baik. Bukan berarti bantuan itu hanya boleh dipakai oleh kelompok sendiri, karena jumlah alatnya terbatas. Jadi boleh dipakai oleh pihak luar, asal kebutuhan kelompok sudah terpenuhi,” terang Eko.

Eko menambahkan, hasil sewa seharusnya digunakan untuk biaya operasional combine, termasuk perawatan, bahan bakar, hingga pembelian suku cadang. “Dalam dua sampai tiga tahun penggunaan, pasti akan ada perawatan besar. Suku cadangnya mahal, dan pemerintah tidak lagi menanggung itu. Maka sejak awal, kelompok harus punya simpanan kas dari hasil sewa. Kalau dikelola baik, nanti bisa dipakai untuk perawatan tanpa harus minta bantuan lagi,” ujarnya.

Pengawasan dan Tindak Lanjut

Eko juga menegaskan, Dinas Pertanian akan menindaklanjuti setiap aduan masyarakat dengan melakukan monitoring langsung di lapangan. “Ketika ada laporan dari masyarakat atau media, kami akan turun untuk mencari informasi yang sebenarnya. Kalau ada kekeliruan dalam pertanggungjawaban kelompok, maka akan dilakukan pembinaan. Prinsip ini berlaku untuk semua penerima bantuan hibah, bukan hanya Gebang Bunder,” tandasnya.

Dengan penjelasan ini, Eko menekankan bahwa bantuan alsintan harus dikelola secara transparan dan tidak boleh dikuasai pribadi. Ia berharap polemik di Gebang Bunder bisa menjadi pelajaran bagi kelompok tani lainnya agar lebih berhati-hati dalam mengelola hibah pemerintah. “Tujuan pemerintah itu jelas, yakni untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan meringankan biaya panen petani. Jangan sampai niat baik ini justru menimbulkan masalah di lapangan,” pungkasnya.(end)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *