Isu Diduga Monopoli Seragam di Jombang Menguat, Pemilik Konveksi Masih Bungkam

JOMBANG,mediarakyatpost — Polemik dugaan ketidakwajaran harga seragam siswa baru di SMP Negeri 6 Jombang belum menemukan titik terang. Setelah sejumlah wali murid menyoroti perbedaan mencolok antara harga jual di sekolah dengan penawaran resmi pihak konveksi, kini pihak sekolah kembali memberikan klarifikasi yang justru memunculkan tanda tanya baru terkait siapa sebenarnya yang bertanggung jawab dalam penentuan harga seragam tersebut.

Dalam penelusuran awak media sebagian besar SMPN di Jombang pakai satu konveksi yang sama yaitu konveksi milik suyitno dan harganya hampir sama tingginya terlampau jauh di harga pasaran dan konveksi lainnya.

Desakan Audit dari Dinas Pendidikan

Sejumlah pemerhati pendidikan di Jombang mendesak Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang segera turun tangan melakukan audit dan klarifikasi terhadap sistem pengadaan seragam di sekolah-sekolah negeri. Mereka menilai, kasus SMPN 6 ini bisa menjadi contoh bagaimana lemahnya kontrol terhadap mekanisme non-APBD di lingkungan pendidikan.

“Kalau benar pengadaan seragam dikelola oleh asosiasi tunggal, ini perlu dikaji ulang. Harus dipastikan tidak ada praktik monopoli, markup harga, atau kesepakatan tertutup yang merugikan masyarakat,” ujar pemerhati kebijakan publik asal Jombang.

Menurutnya, dunia pendidikan seharusnya menjadi contoh penerapan prinsip transparansi, kejujuran, dan akuntabilitas. “Sekolah negeri adalah lembaga publik. Uang seragam memang bukan dari APBD, tapi tetap berasal dari masyarakat. Jadi harus terbuka, bisa diaudit, dan dilaporkan secara jelas kepada wali murid,” tegasnya.

“Penegak Hukum yang ada di jombang segera turun, untuk menyelesaikan polemik harga seragam sekolah, biar wali murid mendapatkan harga sesuai harga pasar dan konveksi konveksi lainnya bisa bersaing netral tanpa ada tendensi dari mana pun”, tuturnya

Wakil Kepala Sekolah SMPN 6 Jombang, San, saat dikonfirmasi media menjelaskan bahwa pihak sekolah tidak terlibat sama sekali dalam urusan pengadaan maupun penentuan harga seragam siswa baru. Ia menegaskan, seluruh proses pengadaan, mulai dari konveksi, paguyuban, hingga komite sekolah, semuanya ditangani oleh Asosiasi Seragam Kabupaten Jombang, yang diketuai oleh Suyitno.

“Sekolah sudah gak ikut apa-apa, sudah lepas saja. Semua urusan seragam dipegang oleh Asosiasi Seragam Kabupaten Jombang. Paguyuban dan komite juga di bawah asosiasi itu,” ujar San saat ditemui, Rabu (10/10/2025).

San mengaku pihak sekolah tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan harga maupun melakukan markup, sebab seluruh mekanisme sudah diatur dan disepakati oleh asosiasi bersama paguyuban dan wali murid. “Masalah harga itu bukan kewenangan sekolah. Kalau tidak percaya, tanya saja ke seluruh sekolah di Kabupaten Jombang. Kami tidak berani markup harga, karena semua sudah diatur oleh asosiasi. Asosiasi ini punya badan hukum, advokat, dan sudah resmi,” tegasnya.

Ia bahkan menambahkan, jika ada wartawan atau masyarakat yang ingin konfirmasi lebih lanjut, agar langsung menemui Ketua Asosiasi Seragam, Suyitno. “Kalau ada wartawan seperti ini, suruh menghadap saya dulu, nanti saya arahkan ke Pak Suyitno. Karena sekolah tidak tahu apa-apa. Soal harga, sudah ada kesepakatan antara wali murid, paguyuban, dan pihak asosiasi,” imbuh San.

Ketua Asosiasi Seragam Bungkam Saat Dikonfirmasi

Sayangnya, hingga berita ini ditulis, Ketua Asosiasi Seragam Kabupaten Jombang, Suyitno, belum memberikan tanggapan apa pun. Upaya media untuk menghubungi melalui sambungan seluler tidak mendapatkan respons.

Sikap bungkam ini semakin memperkuat kesan bahwa ada hal yang belum sepenuhnya terbuka dalam pengelolaan pengadaan seragam di sejumlah sekolah negeri. Padahal, berdasarkan informasi yang beredar, asosiasi inilah yang disebut-sebut menangani hampir seluruh proses pembuatan dan distribusi seragam di tingkat SMP negeri di Jombang.

Sumber internal pendidikan di Kabupaten Jombang menyebut, sistem kerja asosiasi tersebut memungkinkan satu pihak mengoordinasikan pengadaan ke berbagai sekolah dengan dalih efisiensi dan keseragaman. Namun, mekanisme ini berpotensi menimbulkan monopoli harga dan menutup ruang kompetisi antar-konveksi, yang seharusnya bisa memberikan harga lebih murah dan transparan bagi wali murid.

Isu Keterlibatan Konveksi Sumobito dan Klarifikasi MKKS

Polemik kian berkembang setelah muncul kabar bahwa SMPN 6 Jombang diarahkan untuk mengambil seragam dari konveksi milik Suyitno di Kecamatan Sumobito. Menanggapi hal tersebut, Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Kabupaten Jombang, Yoni Tri Joko Kurnianto, S.Pd., M.Si., menegaskan bahwa pihak MKKS tidak pernah mengarahkan sekolah manapun untuk menggunakan rekanan tertentu.

“Kami dari MKKS tidak pernah mengarahkan sekolah untuk mengambil seragam dari pihak mana pun. Semua sekolah bebas memilih, kami hanya memberikan panduan agar pengadaan berjalan sesuai aturan dan transparan,” jelas Yoni kepada media.

Ia bahkan mengaku tidak mengenal Suyitno secara pribadi. “Saya tidak tahu siapa Suyitno itu, wajahnya saja belum pernah saya lihat. Jadi kalau ada yang mengatakan MKKS ikut mengarahkan, itu salah besar. MKKS tidak punya kewenangan menunjuk rekanan tertentu,” tegasnya.

Wali Murid Tetap Pertanyakan Selisih Harga

Sementara itu, sejumlah wali murid tetap merasa belum puas dengan berbagai klarifikasi yang disampaikan. Mereka menilai penyerahan penuh urusan seragam kepada asosiasi tanpa pengawasan langsung dari sekolah atau dinas pendidikan justru berpotensi menimbulkan penyimpangan.

“Kalau semua dipegang pihak luar, bagaimana bisa sekolah memastikan harga itu wajar? Kami sebagai orang tua hanya ingin tahu dasar penetapan harga. Kalau dari konveksi jauh lebih murah, kenapa ke kami bisa naik seratus ribuan per stel?” ujar salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya.

Ia menambahkan, para wali murid tidak menolak pembelian seragam melalui sekolah atau koperasi, asalkan ada transparansi dan penjelasan rinci soal harga dan rekanan. “Kami hanya minta kejelasan, bukan mencari kesalahan. Tapi kalau semua pihak saling lempar tanggung jawab, kami jadi curiga ada yang ditutupi,” tambahnya.

Menanti Kejelasan dan Tanggung Jawab

Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari pihak Asosiasi Seragam maupun klarifikasi lebih lanjut dari Dinas Pendidikan Jombang terkait dugaan markup harga seragam di SMPN 6. Sementara itu, keresahan wali murid terus meluas, dan publik menanti sikap tegas pemerintah daerah untuk memastikan praktik pengadaan seragam berjalan bersih dan transparan.

Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa keterbukaan informasi publik di dunia pendidikan bukan sekadar formalitas administratif, melainkan bentuk nyata tanggung jawab moral kepada masyarakat.(tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *